Jumat, 21 Januari 2011

ingin jatuh cinta lagi

“Aku ingin jatuh cinta lagi!” ucapku lirih di depan cermin. Keinginan dan dorongan hatiku untuk jatuh cinta lagi begitu kuat seperti muntahan yang terus mendorong keluar dari dalam perut untuk menghilangkan rasa mual.
Saat ini, aku sudah mempunyai seorang kekasih, namanya Juned. Juned yang kuliah di fakultas ilmu sosial dan politik yang menurut persepsiku sesuai dengan penampilannya. Rambut gondrong, jins belel, rokok di tangan, dan suka berdemonstrasi bila ada isu-isu sosial politik yang mencuat ke permukaan dan dianggap tidak sesuai hati nuraninya.Tapi, kadang Juned juga bisa seperti penghibur yang melemparkan canda nakal yang membuatku tertawa terpingkal. Juned tidak seganteng Ashton Kutcher tapi cukup membuatku tak bisa tidur. Juned bukan cowok berbadan atletis yang didamba setiap cewek untuk selalu berada dalam dekap hangatnya. Dia cenderung kurus tapi cukup membuatku aman berada di dekatnya.
Juned bukan cowok yang selalu memperhatikan penampilan bahkan bisa dibilang jarang mandi tapi cukup membuatku selalu merindunya. Juned yang begitu sederhana dan Juned yang apa adanya. Aku menyayangi Juned dan aku mencintainya hingga saat ini.
***
“Kenapa sih?” tanya Juned suatu hari. Kukernyitkan dahiku tanda tak mengerti ucapannya barusan.
“Kamu itu kenapa?” tanya Juned lagi.
“Maksudnya?” aku balik bertanya masih dengan tak mengerti maksudnya.
“Sebulan ini aku ngerasa kamu jadi aneh,” ucap Juned.
“Apa aku seperti monster, sampai-sampai kamu menganggap aneh diriku ini?” kulemparkan canda. Tapi aneh, Juned tak menanggapi seperti biasanya.
“Aku serius!” pandangan mata Juned seperti memaksa meminta jawaban. Kami terdiam sejenak. Aku ragu.
“Aku ingin jatuh cinta, Jun!” akhirnya keluar juga kata-kata itu dari mulutku setelah sebulan berusaha menyembunyikan hal ini darinya. Rasanya lega sekali setelah mengucapkan kata-kata itu. Kubayangkan reaksi Juned, dia bakal kaget dan marah tapi ternyata tidak. Juned diam saja. Hanya sedikit kaget terlihat dari air mukanya. Di saat seperti ini, keheningan sejenak menjadi teror sepi yang berkepanjangan.
“Pit, aku mencintaimu… sangat mencintaimu dan kamu tahu itu.” Kuanggukkan kepalaku.
“Saat ini, kamu memang pacarku, milikku. Tapi, hatimu tetap milikmu sendiri. Kamu berhak menentukan langkahmu sendiri. Berhak menentukan siapa yang kamu cintai.”
“Kamu nggak ngerti aku Jun!”
“Aku ngerti. Sangat mengerti dengan keinginanmu. Jangan memaksakan diri bersamaku bila kamu tak menginginkannya,” Juned beranjak pergi meninggalkanku.
“Juned tak mengerti apa yang kurasakan. Aku hanya ingin sensasi jatuh cinta itu datang lagi padaku. Rasa berdebar-debar bila menunggu kedatangannya seperti ilalang di tanah lapang menanti sang hujan di musim kemarau. Bukan seperti rutinitas menunggu sang mentari muncul dari arah timur saat pagi hari.
Aku ingin rasa kangen begitu menyerangku bila lama tak bertemu. Aku ingin rasa berbunga-bunga itu datang lagi saat senyuman manis dilemparkan ke arahku. Saat ini, aku hanya ingin jatuh cinta, itu saja. Apakah salah?
***
Hari ini aku sengaja menunggu Juned di kampusnya. Wajahnya yang kuyu masih saja kurindukan. Sedikit canggung memang setelah lama tak bertemu, tapi semuanya berjalan baik-baik saja.
“Sudah jatuh cinta lagi?” kalimat pertama yang meluncur dari mulut Juned.
“Sudah, malah berkali-kali!” jawabku.
“Kamu sendiri gimana?” sambungku.
“Aku nggak tahu Pit, rasanya aku tidak bisa jatuh cinta lagi. Aku berusaha melupakan kamu tapi tak pernah bisa. Semakin aku berusaha melupakanmu, bayanganmu makin lekat. Jadi, sekarang kubiarkan bayanganmu merajai diriku tanpa berusaha menghilangkannya. Orang bilang waktu yang kelak akan menghapusnya. Tapi, aku juga masih meragukan apakah kelak waktu benar-benar bisa menghapusnya. Sampai saat ini, detik ini, aku masih sayang kamu Pit.” Kata-kata Juned meluncur begitu saja seperti kereta api express yang tak pernah berhenti di stasiun-stasiun kecil. Tapi, nadanya makin melemah seperti orang yang sudah kehilangan harapan. Di sudut hatiku, ada rasa bahagia yang meletup-letup. Juned masih sayang dengaku.
“Jun, aku jatuh cinta padamu berkali-kali!”
“Benar Pit yang barusan kamu ucapkan? Kamu sedang tidak mempermainkan aku kan?” Juned menggoyang-goyangkan bahuku, sepertinya Juned tidak percaya dengan apa yang kuucapkan dan dia terus mengulang pertanyaannya.
Aku mengangguk. Bukankah cinta seperti ini yang diinginkan setiap orang? Jatuh cinta berulang kali pada orang yang sama. Terlihat jelas rona bahagia di wajah Juned, tapi bukan Juned kalau dia tidak bisa menahannya. Tidak langsung memelukku seperti yang aku lihat di film-film, tapi aku tahu kalau Juned benar-benar menyayangiku. Aku mencintai Juned dengan segala kesederhanaannya.

Kata kata bijak

Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.
 
Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.
 
Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua tu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”
 
Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.
 
Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.
 
Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
 
Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.
 
Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.
 
Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.
 
Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.
 
Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka
 
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.
 
Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.
 
Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.
 
Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.
 
Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.
 
Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.
 
Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.
 
Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !
 
Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.
 
Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka
 
Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.
 
Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya
 
Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.
 
Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.
 
Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.
 
Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.

cinta seorang ibu

Wanita itu sudah tua, namun semangat perjuangannya tetap menyala seperti wanita yang masih muda. Setiap tutur kata yang dikeluarkannya selalu menjadi pendorong dan bualan orang disekitarnya. Maklumlah, ia memang seorang penyair dua zaman, maka tidak kurang pula bercakap dalam bentuk syair. Al-Khansa bin Amru, demikianlah nama wanita itu. Dia merupakan wanita yang terkenal cantik dan pandai di kalangan orang Arab. Dia pernah bersyair mengenang kematian saudaranya yang bernama Sakhr :
“Setiap mega terbit, dia mengingatkan aku pada Sakhr, malang. Aku pula masih teringatkan dia setiap mega hilang dii ufuk barat Kalaulah tidak kerana terlalu ramai orang menangis di sampingku ke atas mayat-mayat mereka, nescaya aku bunuh diriku.”
Setelah Khansa memeluk Islam, keberanian dan kepandaiannya bersyair telah digunakan untuk menyemarakkan semangat para pejuang Islam. Ia mempunyai empat orang putera yang kesemuanya diajar ilmu bersyair dna dididik berjuang dengan berani. Kemudian puteranya itu telah diserahkan untuk berjuang demi kemenangan dan kepentingan Islam. Khansa telah mengajar anaknya sejak kecil lagi agar jangan takut menghadapi peperangan dan cabaran.
Pada tahun 14 Hijrah, Khalifah Umar Ibnul Khattab menyediakan satu pasukan tempur untuk menentang Farsi. Semua Islam dari berbagai kabilah telah dikerahkan untuk menuju ke medan perang, maka terkumpullah seramai 41,000 orang tentera. Khansa telah mengerahkan keempat-empat puteranya agar ikut mengangkat senjata dalam perang suci itu. Khansa sendiri juga ikut ke medan perang dalam kumpulan pasukan wanita yang bertugas merawat dan menaikkan semangat pejuan tentera Islam.
Dengarlah nasihat Khansa kepada putera-puteranya yang sebentar lagi akan ke medan perang, “Wahai anak-anakku! Kamu telah memilih Islam dengan rela hati. Kemudian kamu berhijrah dengan sukarela pula. Demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya kamu sekalian adalah putera-putera dari seorang lelaki dan seorang wanita. Aku tidak pernah mengkhianati ayahmu, aku tidak pernah memburuk-burukkan saudara-maramu, aku tidak pernah merendahkan keturuna kamu, dan aku tidak pernah mengubah perhubungan kamu. Kamu telah tahu pahala yang disediakan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam memerangi kaum kafir itu. Ketahuilah bahwasaya kampung yang kekal itu lebih baik daripada kampung yang binasa.”
Kemudian Khansa membacakan satu ayat dari surah Ali Imran yang bermaksud, “Wahai orang yang beriman! Sabarlah, dan sempurnakanlah kesabaran itu, dan teguhkanlah kedudukan kamu, dan patuhlah kepada Allah, moga-moga menjadi orang yang beruntung.” Putera-putera Khansa tertunduk khusyuk mendengar nasihat bonda yang disayanginya.
Seterusnya Khansa berkata, “Jika kalian bangun esok pagi, insya Allah dalam keadaan selamat, maka keluarlah untuk berperang dengan musuh kamu. Gunakanlah semua pengalamanmu dan mohonlah pertolongan dari Allah. Jika kamu melihat api pertempuran semakin hebat dan kamu dikelilingi oleh api peperangan yang sedang bergejolak, masuklah akmu ke dalamnya. Dan dapatkanlah puncanya ketika terjadi perlagaan pertempurannya, semoga kamu akan berjaya mendapat balasan di kampung yang abadi, dan tempat tinggal yang kekal.”
Subuh esoknya semua tentera Islam sudah berada di tikar sembahyang masing-masing untuk mengerjakan perintah Allah iaitu solat Subuh, kemudian berdoa moga-moga Allah memberikan mereka kemenangan atau syurga. Kemudian Saad bin Abu Waqas panglima besar Islam telah memberikan arahan agar bersiap-sedia sebaik saja semboyan perang berbunyi. Perang satu lawan satu pun bermula dua hari. Pada hari ketiga bermulalah pertempuran besar-besaran. 41,000 orang tentera Islam melawan tentera Farsi yang berjumlah 200,000 orang. Pasukan Islam mendapat tentangan hebat, namun mereka tetap yakin akan pertolongan Allah .
Putera-putera Khansa maju untuk merebut peluang memasuki syurga. Berkat dorongan dan nasihat dari bondanya, mereka tidak sedikit pun berasa takut. Sambil mengibas-ngibaskan pedang, salah seorang dari mereka bersyair,
“Hai saudara-saudaraku! Ibu tua kita yang banyak pengalaman itu, telah memanggil kita semalam dan membekalkan nasihat. Semua mutiara yang keluar dari mulutnya bernas dan berfaedah. Insya Allah akan kita buktikan sedikit masa lagi.”
Kemudian ia maju menetak setiap musuh yang datang. Seterusnya disusul pula oleh anak kedua maju dan menentang setiap musuh yang mencabar. Dengan semangat yang berapi-api ia bersyair,
“Demi Allah! Kami tidak akan melanggar nasihat dari ibu tua kami Nasihatnya wajib ditaati dengan ikhlas dan rela hati Segeralah bertempur, segeralah bertarung dan menggempur mush-musuh bersama-sama Sehingga kau lihat keluarga Kaisar musnah.”
Anak Khansa yang ketiga pula segera melompat dengan beraninya dan bersyair,
“Sungguh ibu tua kami kuat keazamannya, tetap tegas tidak goncang Beliau telah menggalakkan kita agar bertindak cekap dan berakal cemerlang Itulah nasihat seorang ibu tua yang mengambil berat terhadap anak-anaknya sendiri Mari! Segera memasuki medan tempur dan segeralah untuk mempertahankan diri Dapatkan kemenangan yang bakal membawakegembiraan di dalam hati Atau tempuhlah kematian yang bakal mewarisi kehidupan yang abadi.”
Akhir sekali anak keempat menghunus pedang dan melompat menyusul abang-abangnya. Untuk menaikkan semangatnya ia pun bersyair,
“Bukanlah aku putera Khansa’, bukanlah aku anak jantan Dan bukanlah pula kerana ‘Amru yang pujiannya sudah lama terkenal Kalau aku tidak membuat tentera asing yang berkelompok-kelompok itu terjunam ke jurang bahay, dan musnah mangsa oleh senjataku.”
Bergelutlah keempat-empat putera Khansa dengan tekad bulat untuk mendapatkan syurga diiringi oleh doa munajat bondanya yang berada di garis belakang. Pertempuran terus hebat. Tentera Islam pada mulanya kebingungan dan kacau kerana pada mulanya tentera Farsi menggunakan tentera bergajah di barisan hadapan, sementara tentera berjalan kaki berlindung di belakang binatang tahan lasak itu. Namun tentera Islam dapat mencederakan gajah-gajah itu dengan memanah mata dan bahagian-bahagian lainnya. Gajah yang cedera itu marah dengan menghempaskan tuan yang menungganginya, memijak-mijak tentera Farsi yang lannya. Kesempatan ini digunakan oleh pihak Islam untuk memusnahkan mereka. Panglima perang bermahkota Farsi dapat dipenggal kepalanya, akhirnya mereka lari lintang-pukang menyeberangi sungai dan dipanah oleh pasukan Islam hingga air sungai menjadi merah. Pasukan Farsi kalah teruk, dari 200,000 tenteranya hanya sebahagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri.
Umat Islam lega. Kini mereka mengumpul dan mengira tentera Islam yang gugur. Ternyata yang beruntung menemui syahid di medan Kadisia itu berjumlah lebih kurang 7,000 orang. Dan daripada 7,000 orang syuhada itu terbujur empat orang adik-beradik Khansa. Seketika itu juga ramailah tentera Islam yang datang menemui Khansa memberitahukan bahwa keempat-empat anaknya telah menemui syahid. Al-Khansa menerima berita itu dengan tenang, gembira dan hati tidak bergoncang. Al-Khansa terus memuji Allah dengan ucapan,
“Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan mensyahidkan mereka, dan aku mengahrapkan darii Tuhanku, agar Dia mengumpulkan aku dengan mereka di tempat tinggal yang kekal dengan rahmat-Nya!”
Al-Khansa kembali semula ke Madinah bersama para perajurit yang masih hidup dengan meninggalkan mayat-mayat puteranya di medan pertempuran Kadisia. Dari peristiwa peperanan itu pula wanita penyair ini mendapat gelaran kehormatan ‘Ummu syuhada yang ertinya ibu kepada orang-orang yang mati syahid.”

cerita cinta

Bel masuk sekolah membuat suasana menjadi ramai, sebagian anak-anak kelas 2 B mempersiapkan catatan kecil yang ditulis di meja untuk nyontek karena konon kabarnya pagi itu akan diadakan ulangan matematika Pak Budi yang super killer itu. Tapi sebagian yang lain seperti gak takut akan adanya ulangan matematika, malahan mereka pada ngerumpi masalah aktual seputar film, hiburan dan terutama cowok dan cewek mereka.
Wawan salah satu makhluk penghuni kelas 2 B yang termasuk anak rajin dan selalu dapat ringking itu kelihatan santai kaya gak akan terjadi apa-apa aja pagi itu. Dia malah sedang asyik mencorat-coret buku tulisnya dengan beberapa huruf yang dirangkai menjadi sebuah nama. Mungkin dialah nama yang menjadi pujaan hati Wawan. Ya Anggi nama gadis imut-imut bendahara Rohis yang terkenal ulet dan pantang menyerah dan berpenampilan cool itu ternyata telah berhasil mengisi renung hati Wawan.
“Kamu sungguh manis Nggi, manis orangnya dan manis kepribadiannya” gumam Wawan dalam hati.
“Anggi, andai aja kaMu tau perasaanku padamu, apakah kamu akan menerimanya?” Wawan terus-menghayal tanpa memperhatikan Pak Budi yang sudah berdiri di depan pintu Kelas 2B.
Lamunan Wawan pada pagi itu mendadak menjadi hilang ketika Pak Budi The Killer Man itu datang ke kelas dan membagikan soal ulangan harian.
Ya pagi yang berat telah dilalui oleh naka-anak kelas 2 B SMU Biru itu. Rasa lega dan gembira dilukiskan dengan berbagai ekspresi. Ada yang meloncat kegirangan dan ada yang biasa-biasa saja termasuk Wawan. Ulangan itu ternyata gak menggoyahkan konsentrasinya buat ngebayangin wajah nan manis dengan kedua lesung di pipi ketika tersenyum.
***
Bel istirahatpun berbunyi. Anak-anak pada bubar berhamburan di halaman. Ada yang segera ke kantin buat ngasih makan cacing di perut yang udah dari tadi nyanyi terus minta jatah makan pagi. Tapi ada sebagian yang malahan pergi ke musholla buat sholat Duha.
Wawan, Indar, Paras dan Taufiq adalah sebuah gank anak Rohis yang keliatan kompak banget. Kalo istirahat pertama gank itu saling berebut shof pertama buat sholat duha. Begitu juga halnya dengan Anggi sang idola di Rohis itu, juga hadir tuk njalanin sholat duha. Seperti biasa setelah sholat, makhluk penghuni musholla itu tidak langsung pulang ke kelas masing-masing, mereka biasa ngetam di Perpus musholla buat ngejaga buku, kali aja ada yang mo pinjam atau mo ngembalikan buku perpustakaan rohis.
Sembari jaga ternyata mata Wawan yang udah terkenal dengan sebutan mata elang itu mengawasi gerak-gerik Anggi dengan senyum yang begitu mempesona yang sedang asik bercerita didepan ruang Rohis yang kebetulan emang jadi satu dengan Musholla itu. Anggi mungkin gak nyadar kalo dia lagi diawasi sama cowok keren Ketua Rohis SMU Biru itu.
“Anggi-Anggi, kenapa aku gak berani ngungkapin isi hati ini sama kamu ya Nggi????” lamunan Wawan seolah gak percaya akan nasib yang dialaminya.
“Nha!!!!, mikirin siapa hayooo??!!!!” sapa Paras secara tiba-tiba yang bikin Wawan terperanjat dari duduknya.
” Salam dulu kek, jangan main sentak donk, kayak gak pernah ikut pengajian aja!!!” Wawan nerocos memprotes perlakuan sohibnya yang paling setia itu.
“Abis ngelamunin Anggi ya ?” Tebak Paras membut Wawan kaget.
“Yeeee siapa yang baru ngelamunin orang, wong kita tadi baru ngelamunin ummat Islam kok pada loyo , eeee dikira ngelamunin orang ” bela Wawan seolah gak mau kalo sohibnya itu ikut terlibat dalam persoalan yang satu ini.
”Ah jangan gitu Wan, aku tau kok kamu suka ama Anggi, kan aku gak sengaja pernah baca buku kamu yang ada coretan-coretan tinta pink nama Anggi pas aku pinjam buku Fisika kemarin” Paras njelasin ke Wawan.
Seketika itu Wawan tak bisa berkutik, soalnya rahasia yang selama ini dia pendam ternyata diketahui oleh Paras sang sohib yang perhatian banget sama dia.
“Eh Ras! Aku percaya kamu bisa nyimpen rahasia ini, soalnya aku belum berani buat ngungkapin cinta ke Anggi, takut nih” minta Wawan seolah agak memaksa.
“Beres Wan, jamin aman deh.” Jawab Paras meyakinkan Wawan.
Akhirnya tak terasa bel masuk pun berbunyi, mereka bergegas kembali meninggalkan Musholla ke kelas masing-masing. Tapi kayaknya ada yang gak beres, soalnya baju belakang Wawan keliatan gak rapi, padahal Wawan terkenal anak yang rapi banget di SMU Biru itu. Akhirnya dia bergegas menuju kamar kecil sebelah utara musholla. Tapi sayang didalam ada orang yang pake. Wawan menunggu beberapa lama, dan akhirnya.
“Klek” bunyi pintu kamar mandi itu terbuka.
Tak lama kemudian muncullah sesosok tubuh yang gak asing lagi bagi Wawan. Ya, Anggi keluar ruangan itu dengan melemparkan senyuman khasnya yang membuat jantung Wawan berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
“Serrrr . Dak Dik Duk .” begitu mungkin suasana jantung Wawan melihat senyum Anggi yang begitu manis.
“Kok belon masuk Wan, kan udah bel .??” Tanya Anggi
“Iy iy iyya, Nggi, Maklum baju belakang keluar nih, takut entar gak keliatan rapi” jawab Wawan agak gerogi.
“Ooo, gitu ya.. Ya udah duluan ya Asalamualaikum” Pamit Anggi smbil melempar senyum mautnya kembali kepada Wawan yang membuat Wawan jadi salah tingkah lagi.
“Waalaikum salam” sahut Wawan.
***
Hampir dua bulan Wawan memendam rasa ke Anggi, tapi gak berani mengungkapkannya. Dia hanya bisa curhat ke Paras kalo dia itu cinta sama Anggi, tapi gak berani ngungkapin ke Anggi.
Tanggal 31 Maret 2010, Wawan mengetahui bahwa hari itu adalah hari spesial bagi Anggi, ya hari Ulang tahun yang ke 17, Wawan berpikir keras buat ngungkapin rasa cintanya secara non verbal. Yaitu dengan hadiah di hari spesial itu. Wawan meminta pendapat ke Paras, soal hadiah apa yang cocok diberikan ke Anggi buat hadiah Ultahnya.
“mo kasih apa ya Ras????” tanya wawan minta pendapat Paras.
”kasih bunga aja, biar romantis!” jawab Paras.
“gak ah, takut gak ada manfaatnya, gimana kalo aku kasih Khimar?” Wawan minta pendapat ke Paras.
“wah, hebat kamu Wan, bagus banget tuh ” Paras mendukung.
“Tapi Pas” Wawan Menyela.
“Aku gak berani ngasihin ke dia, tolongin aku ya, kan kamu temen setia aku! Ya ras ya Please!!!!!!” Rengek Wawan seolah memaksa paras tuk menurutinya.
“Wah kok aku sih, napa gak kamu sendiri aja yang nyampein, kan yang suka sama dia kamu, kok suruh aku sih?” ledek Paras.
“Iya deh Wan, jangan kuatir pasti aku sampein ke dia”Jawaban Paras melegakan.
***
Pagi yang cerah dia awal bulan April. Seperti biasa anak-anak pada berkerumun ke gank-nya masing-masing. Termasuk Wawan yang udah ngetem sama Paras di taman Sekolah depan kelas 2 B. Tema pembicaraannya apa lagi kalo bukan masalah Anggi. Tapi pembicaraan mereka terhenti sejenak karena ada sesosok tubuh berjalan dihadapan mereka. Anggi berjalan dengan kalem menuju kelas 2 A.
“Subhanallah, Ras itu khimar yang kemarin aku kasih ke dia ” ucap Wawan seolah enggak percaya akan apa yang dia saksikan.
“Haa.. yang bener Wan ?” tanya Paras.
“Iya, bener itu yang aku kasih ke Anggi, Subhanallah… tau berterimakasih banget dia..”gumam Wawan
“Wah beruntung kamu Wan, berarti hadiah kamu special buat dia” ledek paras.
Kedua sahabat itu masih enggak percaya akan perlakuan Anggi pada pagi itu yang membuat Wawan seperti diatas angin.
***
Bel istirahatpun tiba. Seperti biasa gank rohis itu pergi ke musholla tuk ngejalanin sholet duha. Tapi entah mengapa Anggi udah duluan sebelum bel tadi ke musholla. Entah apa yang dilakukan Anggi di musholla itu, tapi perlakuannya gak begitu digubris sama anak-anak lainnya. Mereka sholat seperti biasanya. Dan sudah menjadi kebiasaan juga sehabis sholat ya 5 menitan-lah anak-anak pada istirahat sambil nongkrong di ruang rohis disebelah selatan musholla.
Pas mo balik ke kelas karena udah bel. Wawan menemukan sepucuk surat yangditujukan kepadanya dilaci yang biasa tuk nyimpan pecinya kalau mau masuk kelas. Ya sebuah surat dengan sampul biru muda dengan tulisan yang udah gak asing lagi buat Wawan.
“Hah surat dari Anggi????” batin wawan seolah gak percaya.
“Eh Wan surat dari siap tuh?” tanya Paras pingin tau.
“Dari Anggi “jawab Wawan..
“Kok jadi berdebar gini ya Ras “sahut Wawan sedikit gerogi.
“Udah lah Wan, jangan terlalu dipikirin berat-berat. Lagian udah bel tuh” nasehat paras sambil mengajak sohibnya itu masuk ke kelas.
Tapi langkah mereka berdua gak semulus yang di duga. Mereka dihadang oleh sesosok tubuh yang kini sedang mengisi renung hati Wawan. Anggi menghadang perjalanan mereka. Biasa sebelum dia mengucapin kata-kata, Anggi menebarkan senyum yang begitu mempesona.
“Wah, makashi banget ya Wan, enggak ada hadiah sebagus yang udah Wawan sampein ke Anggi, sekali lagi makasih ya .” Kata Anggi sembari meneber senyum kembali membuat hati Wawan berontak.
“iya deh Nggi, selamat Ulang tahun ya ” jawan Wawan
“makasih lho Eh udah dibaca Surat Anggi?” tanya Anggi.
“Belon, mungkin nanti siang aja ba’da sholat Duhur” jawab Wawan.
“Iya deh. Anggi tunggu ta jawabannya ” Jawab Anggi.
“Insya Allah, Nggi” Jawaban Wawan meyakinkan.
Setelah Anggi pergi, paras yang dari tadi cuman dijadiin obat nyamuk protes.
“Busyet kamu Wan, kalo udah ketemu sama yang cocok gak inget sama temen lagi” protes Paras.
“Sory deh Ras, habis mo gimana lagi? “jawab Wawan.
Kedua sahabat itu akhirnya lenyap dilorong laboratorium biologi yang mereka lewati.
Selama pelajaran berlangsung, bukannya pelajaran yang dipikirin Wawan, tapi dia coba ngebayangin berbagai kemungkinan isi surat Anggi siang itu. Hampir 3 jam penuh dia menciummi surat bersampul biru muda itu dengan penuh perasaan. 3 jam bagi Wawan amatlah lama dan membosankan. Tanpa sadar ia kembali terhanyud dalam lamunan yang memang membuat bibirnya senyam-senyum sendiri. Walaupun begitu dia masih bisa nyembunyiin ketergelisahannya itu, jadi gak sempat jadi perhatian Pak Pardjo yang sedang mengajar Momen Gaya.
***
Dan bel yang begitu indah pun terdengan dengan diiringi jerat jerit anak-anak SMU Biru itu. Rasa lega dan bimbang menyelimuti perasaan Wawan yang udah dari tadi gak bisa konsentrasi sama pelajaran dari guru-guru yang mengajar. Ia bergegas menunaikan sholat dhuhur dengan berjamaah di musholla sekolah.
Setelah cukup berdoa dan berdzikir Wawan segera bergegas menuju ruangan Rohis yang menang udah mulai rame dengan anak-anak kelas 1 dan 2 yang sedang asyik membaca buku perpustakaan. Tanpa diketahui oleh mereka, Wawan berhasil mengambil sepucuk surat yang emang udah menjadikannya gak bisa berfikir jernih.
Ya surat dari Anggi. Ia segera menuju gudang musholla yang emang dia pegang kuncinya dan segera membaca surat itu. Tak ketinggalan Paras yang udah dari tadi menyertai Wawan ikut menyimaknya.
“Assalamualaikum Wr. Wb.
Untuk Akhi Wawan yang Dirohmati Allah.
Sebelumnya Anggi mengucapkan terima kasih banyak kepada Akhi Wawan yang udah memberikan perhatian lebih kepada Anggi. Anggi merasa bahwa hidup ini adalah perjuangan. Siapa yang mau berjuang dialah yang akan mendapatkan sesuatu yang dia impikan. Akhi Wawan, Anggi sebenarnya mengerti bahwa akhi Wawan menyukai Anggi. Perlu diketahui saja sebenarnya Anggi juga gak bisa menmbohongi hati Anggi sendiri bahwa Anggi juga menyukai Wawan, emang suka tak harus memiliki. Mungkin Akhi Wawan bisa faham maksud hati Anggi. Teruslah berjuang tuk mengapai cinta ..
Wassalamualaikum Wr Wb
Anggi”
Itulah surat yang diberikan Anggi kepada Wawan. Singkat, Padat dan penuh dengan makna.
“Wah gimana nih Ras???” tanya Wawan seolah gak percaya.
” Lho kok gimana sih, nha ini kan yang sebenarnya kamu inginkan .” Ledek Paras.
“Serius atuh!!!, Wawan butuh pendapat nih .” Rengek Wawan.
” kalo aku sih ya ungkapin aja sama dia .” Jawab Paras.
Diskusi singkat itu akhirnya membuahkan keputusan yang bulat. Sebelum bel masuk wawan akan ngungkapin isi hatinya sama Anggi. Memang hari itu keberuntungan wawan. Belum juga dia nyari Anggi, eee Anggi-nya udah nongol di depan musholla. Kontan aja wajah Wawan jadi berseri-seri dan akhirnya dia mengejar tuk mendapatkan kepastian hidup .
“Nggi! Aku pingin ngomong nih .”
“Apa Wan yang tadi ya ..?” jawab Anggi .
“Iya ” jawab wawan.
“Gimana Nggi’ Sumpah deh aku cinta mati sama kamu bener-bener, terimalah cintaku ini ya Nggi!”. Rengek wawan.
“Wah gimana ya, benarnya Anggi belum berani buat mengatakannya, tapi apa boleh buat anggi juga cinta kok ama wawan”. ungkapan yang begitu indah terdenganr dari mulut Anggi seolah-olah telah mampu menghancurkan kebekuan hati Wawan selama ini.
Seiring dengan waktu dan seiring dengan perkembangan situasi kedua pasangan serasi Rohis SMU Biru itu semakin dekat aja. Walaupun mereka melakukan aktifitas pacaran tapi tetap gak diketahui sama teman-temannya, karena mereka adalah anak-anak Rohis. Wawan adalah ketua dan Anggi adalah Bendahara. Jadi ketika kedua pasangan itu bercakap-cakap dianggap teman-temannya adalah koordinasi kegiatan.
***
Genap sudah 4 bulan mereka berpacaran tanpa diketahui oleh siapapun, kecuali Paras. Udah jadi kebiasaan ketika cawu 3 Rohis SMU Biru mengadakan sarasehan mengenai pelajar dan masalah lain yang menyangkut langsung dalam dunia pelajar.
“Gimana Fik, udah kelar bigraundnya?” tanya Wawan dalam sebuah rapat pengecekan akhir.
“udah kok Wan, tapi ada yang belon beres nih mengenai moderator buat acara besok..”
“jadi gimana, udah ada belon? kalo belon ada Wawan juga bisa kok jadi moderator” tawaran Wawan, serius
“bener Wan.. tapi apa gak aneh entar ?” Tanggapan Taufik
“Lho kok aneh sih.. emang kalo udah jadi ketua gak boleh jadi moderator ya? enak aja.. kalo gitu mendingan gak usah jadi ketua yeeee” Sahut Wawan penuh semangat.
Akhirnya acara sarasehanpun diadakan. Dengan dihadiri oleh hampir seratus orang siswa SMU Biru dan beberapa guru yang memang diundang oleh pihak panitia. Tema-nya pun gak tanggung-tanggung. “Peran pelajar dalam mengubah dunia”. Walaupun tema-nya agak berat tepi karena yang membawakan sarasehan itu adalah ustadz yang agak gaul jadi para peserta bisa menangkap dengan baik. Bahkan karena merasa cocok, beberapa siswa menginginkan ada follow up dari kegiatan itu. Dan Rohispun mensepakati.
Setelah disepakati oleh Mas Ardiansyah ustadz gaul yang belakangan mulai naik daun namanya itu akhirnya setiap pekannya akan mengisi kajian Rohis. Hari Rabu siang jam 14.00 WIB.
***
Seiring dengan berjalannya pengajian yang mulai membahas tema-tema cinta dan pacaran. Sedikit banyak Wawan yang emang lagiada “main’ dengan bendahara Rohis ini mengalami kegelisahan batin. Antara mencintai nya (Anggi) dengan mencintai-Nya. Tetapi seiring dengan waktu akhirnya pemahaman mereka telah menuntun kepada jalan yang benar.
“Akhirnya merekapun kemudian saling menjauh walaupun sebenarnya dekat. Dan saling mendekat walaupun mereka jauh. Akhirnya mereka lebih mencintai Allah dari pada mencintai sesama makhluknya.”
Bila Cinta harus Memilih maka kan ku pilih untuk mencintai-Nya.

keadilan

Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.

"Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini."

Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.

"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?"
Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?"
"Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung
tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini."
Pengacara muda itu tersenyum.
"Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku."

"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."

Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.

"Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri."

Pengacara tua itu meringis.
"Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan."
"Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!"
Pengacara tua itu tertawa.
"Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara tua.
Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf.

"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."

Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang.

"Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog."
"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya."

"Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.

Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.

Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini."

Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan.

"Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."

"Lalu kamu terima?" potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran.
"Bagaimana Anda tahu?"

Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: "Sebab aku kenal siapa kamu."

Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
"Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
"Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?"
"Antara lain."
"Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku."
Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu.
"Jadi langkahku sudah benar?"
Orang tua itu kembali mengelus janggutnya.

"Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan juga karena uang?!"
"Bukan!"
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda itu tersenyum.
"Karena aku akan membelanya."
"Supaya dia menang?"

"Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."
Pengacara tua termenung.
"Apa jawabanku salah?"
Orang tua itu menggeleng.

"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang."

"Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."

"Tapi kamu akan menang."
"Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang."

"Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini."

Pengacara muda itu tertawa kecil.
"Itu pujian atau peringatan?"
"Pujian."
"Asal Anda jujur saja."
"Aku jujur."
"Betul?"
"Betul!"

Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
"Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?"

"Bukan! Kenapa mesti takut?!"
"Mereka tidak mengancam kamu?"
"Mengacam bagaimana?"
"Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?"

"Tidak."
Pengacara tua itu terkejut.
"Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?"
"Tidak."
"Wah! Itu tidak profesional!"
Pengacara muda itu tertawa.
"Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!"
"Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?"
Pengacara muda itu terdiam.
"Bagaimana kalau dia sampai menang?"
"Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!"
"Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?"
Pengacara muda itu tak menjawab.
"Berarti ya!"
"Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!"

Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya.

"Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok."
"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut."

"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?"

"Betul."
"Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.

Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."

Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia."

Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.

"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional."
"Tapi..."

Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."

Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.

"Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."

Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.

"Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?"

untukmu

Malam mulai mencekam
Suara angin dan nyanyian hewan melata terdengar lirih
Seolah mereka bergembira saat datangnya Malam
Damai yang di rasakan

 Tuhan adakah Engkau curiga
 Akan Ke tulusanku padamu
 Aku rindu padamu
Tapi aku takut akan Adzabmu

 Kegelisahan Sempat merayap
Tapi sudahlah hatiku slalu untukmu

Jumat, 14 Januari 2011

tanya hati

ku ingin menyanyikan lagu sendu
lagu yang membuat renyuhan kalbu 
buat orang orang yang tertindas 
di palu ke diaman sendu 



 kehidupan ku saat ini ingin kebebasa 
 hidup di alam yang begitu indah
 di anatara beribu orang yang memiliki hati putih



 kadang ku bertanya mengapa takut pada matahari dan hujan 
lepaska saja semua kenyataan ini           
genggamlah api kepercayaan  
yang akan mengobar semangat diri

Kamis, 13 Januari 2011

burung mentari

bangun dan terbang mencari sesuatu yang indah
membuat istana sarang yang terbuat dari ke ikhlasan
arti dari sebuah kebanggaan ... 



ayolah kita terbang dan berlari

jangan sampai saat semua berlari 
kita baru merangkak...

waktu tak akan kemabali
umur trus berjalan sampai 
sampai akhir hayat ini



Rabu, 12 Januari 2011

bersapa

hai kawan apa kabarmu
dsisni aku selalu memikirkanmu
adakah kamu rindu gurauanku
bila saat waktu tak mulai berputar


jiwa dan hati ini rindu akan sapaanmu
sapa tawa dan manja yang ku kenang
sobat dimana kamu kini berada

menunggu pulang

kaki ini melangkah sangat perih
melangkah di antara bait bait kata
berputar di antara belukar racun
sekarang aku akan pulang membawa sepucuk harapan dan cinta 

selamat datang 2011

hai angin
malam ini kau menyapaku lirih
sedangkan aku terpaksa diam
dan mengabaikan

denpasar, 12 Januari 2011